[7th] DESIRABLE

DESIRABLE

Author: Ifaloyshee | Characters: Kim Jongin, Jo Sebyul (OC) | Genre: Angst, dark, Marriage life | DISC: The idea is mine, included the plot and a whole of this story. The Characters are belong to their parents. Don’t reblog or copy without my permission! |Rating: Mature

7^th Story

 

 

 

 

 

“The sun still shining, Kim Jongin.”

Sang wanita tersenyum sambil memainkan jari – jarinya yang begitu piawai menyentuh lembut jari – jari Jongin. Senyumnya cantik dan hangat, memberikan kesan mendalam yang akan bertahan lama dalam memori ingatan Jongin. Namun begitu Jongin mendongak, sang wanita melepaskan untaian jari – jarinya dan menghilang dalam terpaan cahaya yang sangat terang. Jongin merasa tenggorokannya tercekat tak mampu berteriak, jantung nya jatuh membentur tanah. Ia merasa sedang menaiki roller coaster di posisi teratas, kemudian terjatuh melayang.

Jongin terbangun.

It was just a dream.

Silaunya cahaya pagi yang menembus melewati jendela membuatnya menyipitkan mata lalu terduduk untuk menyambut sinar mentari pagi dengan mimpi yang sama setiap, sekiranya, tiga kali dalam seminggu. Jongin tidak bisa mentolerirnya lagi, namun ia pun tidak mampu mengendalikan mimpi, benar? Mungkin Jongin harus belajar Lucid Dream.

Ia menoleh kesampingnya menemukan seorang wanita yang tertidur pulas dalam balutan selimut beludru yang menutupi tubuh wanita itu sampai punggung, mengekspos pundak mulus tanpa kain itu. Jongin menyapukan jari – jarinya dipermukaan leher wanita itu. Kemudian menunduk untuk mencium leher wanita itu yang masih tertidur pulas, namun tak lama aksinya terdistraksi oleh dering handphone Jongin.

“hei aku sudah didepan. Bisa kau turun sekarang?”

Suara Luhan diseberang sana. Jongin hanya memberi jawaban ‘ya’ singkat lalu memasukkan ponselnya dalam saku sebelum turun dari atas ranjangnya untuk mencuci muka di kamar mandi, lalu mengambil kaus asal – asalan dari dalam lemarinya untuk menutupi tubuh sleeveless ­nya.

Ia mematut diri didepan cermin lalu menoleh kearah wanita yang masih berdengkur halus diatas ranjangnya. “Good morning Clara, jangan bangun terlalu awal. Seseorang special-ku akan datang.” Kemudian Jongin melangkah keluar kamarnya, tak lupa menutup pintu dan tidak membangunkan Clara sama sekali.

 

“hei.” Luhan dan seorang gadis disebelahnya menoleh ketika Jongin berjalan menuruni tangga megah rumahnya. Gadis disebelah Luhan, Sebyul cukup terkesima oleh penampilan pagi Jongin dengan bed hair yang sengaja Jongin tidak rapikan itu. Ia tidak kalah berkilau dibanding dengan barang – barang mengkilap di istana seorang Kim Jongin ini.

“apakah aku terlalu pagi mengunjungimu?”

“Oh? Tidak. Tapi aku berharap kau bisa lebih siang, sedikit.” Jongin memposisikan dirinya duduk dihadapan Luhan dan Sebyul. Sesekali melirik kearah Sebyul disela – sela percakapannya dengan Luhan.

“ah, selamat datang dirumahku, Sebyul. Ini pertama kalinya untukmu.”

“dan kau tidak akan menyesal pernah kesini.” Ujar Luhan yang ekor matanya mengikuti seorang pelayan berambut ikal cantik datang dengan sebuah nampan lalu menurunkan tiga gelas orange juice. “hei.” Sapa Luhan lengkap dengan senyum mautnya pada sang pelayan yang hanya bisa tersenyum malu. Kemudian berlalu.

“terimakasih atas sambutanmu Kim Jongin, dan Luhan, aku mengerti kenapa kau tidak menyesal untuk berkunjung kesini.” Sebyul melirik Luhan dengan tampang iritasi pada tingkah Luhan. Ternyata tampang feminine Luhan sama sekali tidak mengurangi hormone pria dalam tubuh Luhan. Tidak Kai, tidak Luhan, semua pria sama saja.

“dia sedang mengolok – olokmu dalam pikirannya.” Jongin berkata terlalu jelas dan membuat Sebyul hampir menjitak kepalanya. Mungkin Jongin cukup mengenal Sebyul yang suka mengejek Jongin atas tingkah genit Jongin pada wanita – wanita cantik. “kau tidak seharusnya mengatakan hal itu didepan temanmu!”

“oh apakah aku baru aja mengatakan hal buruk tentangmu, Sebyul?” Jongin memasang wajah inosen. Sebyul hanya memutar bola mata.

“wah kalian sudah cukup dekat ya, kelihatannya.” Luhan nyengir pada Jongin dengan maksud tertentu. “Lebih dekat dari yang kau kira.” Jongin nyengir pada Sebyul, juga dengan maksud tertentu. Dan Sebyul hanya bisa memandang keduanya secara bergantian. “Apa sih yang kalian bicarakan!”

“Ummm… Jongin, bagaimana kalau langsung ke topik utama saja? Kau mengatakan padaku kemarin bahwa ada slot kosong untuk penerjemah. Kau tau kan maksud kedatanganku sekarang untuk apa?”

“Ya.”

“Jadi kapan aku bisa memulai tes nya?”

“sudah aku katakan, kau tidak perlu tes. Jongin akan menerimamu dengan senang hati.” Luhan berkata inosen. Sebyul melirik kearahnya lalu beralih pada Jongin, memiringkan kepalanya untuk mengantisipasi jawaban Jongin. “Kau hanya perlu sertifikat bahasa jepangmu saja.”

“ah benar? Kenapa hanya itu? Aku kira perusahaanmu tidak sembarang menerima karyawan begitu saja—“

Tiba – tiba Jongin mengulurkan tangannya. “Selamat datang di Kim Company, Jo Sebyul.”

Sebyul kehilangan kata – katanya. Ia menoleh kearah Luhan namun pria itu hanya mengedikkan bahunya. Luhan meraih tangan Sebyul untuk menerima uluran tangan Jongin. “Sudah kubilang, Jongin senang dengan wanita cantik.”

Jongin tertawa lalu menepuk pundak Luhan keras. “Sial kau!”

Jari – jari lentik Sebyul terasa hangat dalam genggaman tangan Jongin, namun tidak menutup kerasnya tulang – tulang jari –jari itu. Menandakan kalau Sebyul tidak memiliki banyak daging di permukaan tangannya. Hanya dengan menggenggamnya saja, gadis ini terasa begitu rapuh.

Banyak hal yang berkecamkuk dalam pikiran Sebyul namun ia mencoba menghalaunya, toh Jongin sudah mau menerimanya dengan senang hati tanpa ada persyaratan lain—bukankah ini lebih baik?—jadi Sebyul menurut saja.

Sebyul melepaskan tangannya secara buru – buru ketika melihat kebelakang Jongin dimana Clara berdiri disana dengan tatapan sangsi. Dalam hati Sebyul memuji betapa cantiknya Clara, dengan tubuh S line sempurna dan kulit putih tanpa noda. Melihat bagaimana Clara berpenampilan tak cukup rapi, dan melirik kearah Jongin yang serupa juga, Sebyul bisa menyimpulkan apa yang terjadi tadi malam pada mereka berdua.

Dan Sebyul tidak salah lagi, wanita itu yang menamparnya sewaktu itu.

Jongin menangkap kemana tatapan Sebyul tertuju, ia menoleh kebelakang kemudian tersenyum miring. Jongin menepuk kursi disisi nya yang kosong mengisyaratkan Clara untuk duduk disana.

“Hai Clara.” Luhan mencolek dagu Clara. Sebyul mengerutkan dahinya bingung karena Clara sama sekali tak marah dengan godaan Luhan, dan Jongin juga bertingkah biasa saja. Apakah Clara wanita yang—Sebyul menggelengkan kepala cepat – cepat.

Clara melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Jongin, menyandarkan tubuhnya didada Jongin. Kedua matanya yang lebar menatap Sebyul risih kemudian secara tak terduga Clara tersenyum lebar. “Hai. Kau teman baru Jongin?” ucapnya seolah tidak tau apa – apa.

Jongin menyeringai merasakan genggaman Clara yang begitu erat. Clara memang selalu seperti ini, Jongin sudah terbiasa. Clara selalu posesif.

“Ya. Kita bertemu lagi.” Sebyul tersenyum ringan. Jongin menoleh cukup terkejut, jadi Sebyul sudah mengetahu wanita yang menampar dirinya itu Clara?

“Aku melamar pekerjaan di perusahaan Jongin. Tak ada maksud lain. aku mengatakan ini sebelum kau salah paham lagi, Clara. Karena sebelumnya aku tidak tau Jongin punya kekasih, dan kalaupun dia punya aku tidak ada maksud lain dengannya. Kau tau maksudku.”

Luhan menoleh pada Sebyul dengan mata melebar. Biasanya tidak ada yang berani berkutik begitu Clara maju didepan, tapi Sebyul lain cerita kali ini. Dan terlebih Sebyul mengutarakan kejujurannya dengan begitu santai.

Clara mengerjapkan matanya lalu menoleh pada Jongin yang sedang meminum Americano tanpa beban. “kau memberinya pekerjaan?” Clara menolehkan wajah Jongin dengan jarinya untuk face –to-face dengan Clara.

Clara menatap Jongin dengan bola mata bergerak menelusuri kedua mata Jongin. Dan hanya mereka berdua yang tau apa arti tatapan itu. Lalu Clara menoleh pada Sebyul. “kapan tes nya?”

Sebyul mengedikkan bahunya. “Jongin mengatakan tak ada tes untukku.”

“Benarkah?” Clara kembali menoleh pada Jongin. Pria itu hanya menyeringai, mengetahui bahwa dengan adanya tes pasti seseorang akan menggagalkannya nanti. Tak mendapat respon apapun, Clara kembali bertanya “Wow, kau memberikan akses special padanya?”

Tawa remeh Luhan terdengar. “Tentu saja, Clara.”

Clara menoleh.

Dan tanpa diduga Luhan merangkul bahu Sebyul dari samping. “Dia pacarku. Kubunuh Jongin kalau sampai Sebyul tidak diberi akses special.”

Tidak ada yang membuat Clara lebih terkejut pagi ini selain apa yang barus aja Luhan katakan. Pacar Sebyul?! “I don’t remember jongin ever said to me that… you have a girlfriend.”

“aku memang tidak banyak membeberkan hal ini karena… Sebyul …” Luhan menoleh kearah Sebyul yang tampak syok dengan kebohongan sesaat ini. Luhan mencubit bahu Sebyul untuk member sinyal. “Ah.. karena aku bukan orang kaya seperti kalian. Luhan tidak keberatan mengakui hal ini tapi aku melarangnya.” Sebyul tersenyum.

Clara menggigit bibir bawahnya. “Jongin katakan sesuatu.” Ujarnya dingin.

“apa? Belum cukup jelas bagimu, Clara sayang?” Jongin menyilangkan kakinya.

“dengan maka itu jangan melukainya lagi, Clara. Aku tidak suka seseorang menampar pacar baruku.” Luhan tertawa, bermaksud bercanda dengan sarkas. Tetapi keempat dari mereka tau, sungguh tau kalau ucapan tadi membuat Clara malu.

 

**

 

“Kenapa kita harus berbohong?”

Luhan tau kalau Sebyul pasti akan mempertanyakan hal ini secepat mungkin setelah mereka sampai di mobil. Luhan menekan pedal gas kemudian tersenyum pada Sebyul. “Karena hal itu sudah direncanakan.”

“Sudah direncanakan?”

“Kau pikir kenapa Jongin menyuruhku menjemputmu, datang bersamamu kerumahnya?”

Sebyul berpikir sebentar kemudian mengangguk, walaupun ia belum begitu mengerti apa esensi Jongin berbuat seperti itu.

“Jongin lebih licik dari yang kau kira.”

“Begini Luhan, bukankah kita tidak perlu berbohong karena aku memang bukan siapa – siapa Jongin. Tidak perlu sampai mengaku sebagai pacarmu segala, kan? Lagipula memang aku dan Jongin tidak ada hubungan apa – apa.”

“Kau belum tau tentang Clara, Sebyul. Teman ataupun bukan, selama wanita itu masih single dan memiliki hubungan dekat dengan Jongin. Clara perlu memasang mata, telinga dan semua skill liciknya itu. Ketika dia pulang ke Korea, Jongin seperti dirantai olehnya. Dan Clara sadar pasti banyak yang mengincar posisinya saat ini.”

Luhan patut mengatakan hal ini agar Sebyul lebih berhati – hati terhadap Clara. Tidak ada kata manusiawi dalam kamus Clara jika menyangkut wanita – wanita Jongin. Luhan tau kalau Clara hanya mengizinkan wanita lain bersama Jongin tidak lebih dari satu hari atau bahkan satu malam. Dengan maka itu Jongin bisa one night stand dengan siapa saja, asalkan Jongin melupakan wanita itu dihari berikutnya.

Luhan menyaksikan siluet Sebyul yang memandang keluar jendela dalam diam, secara fisik, gadis ini memang ideal bagi Jongin. Luhan ingat sekali ketika Chanyeol pertama kali mengenalkan Arctic Monkeys pada Jongin, yang menarik perhatian Jongin adalah kekasih Alex turner—Vokalis Arctic Monkeys—yaitu Alexa Chung. Model berperawakan kurus dengan rambut hitam legam. Jongin mendengarkan lagu – lagu yang dibuat oleh Turner karena liriknya menceritakan tentang Alexa Chung. Dan semenjak Turner putus dengan Alexa, Jongin tidak pernah mendengarkan lagu Arctic Monkeys lagi.

Dan Sebyul secara fisik menyerupai Alexa Chung. Jongin pasti menginginkan Sebyul karena Clara tak memiliki tubuh begitu. Clara cenderung membentuk badannya menjadi lebih besar dibagian – bagian tertentu. Dan gadis itu pendek.

“Dimana rumahmu Luhan?”

“apartemenku bertetangga dengan Jongin.”

“Benarkah?”

“Ya. Aku hanya perlu mengetuk pintu sebelah jika ingin menemui Jongin. Apa kau sudah pernah pergi ke apartemennya?”

Sebyul menggeleng. “Kenapa dia masih membeli apartemen kalau rumahnya saja sebesar istana begitu. Dasar bodoh.”

Luhan tertawa mendengar gumaman Sebyul. “Karena dia butuh privasi, Sebyul.”

“Privasi?”

“tidak ada yang mengetahui apartemennya kecuali teman – teman dekatnya. Tidak ibunya, tidak juga Clara. Itulah kenapa Jongin selalu membawa Clara kerumahnya. Tapi ibunya sungguh cerdas, kau tau.. dia benar – benar wanita dengan otak brilian. Dan menemukan apartemen Jongin bukanlah hal yang sulit baginya.”

Sebyul mengangguk mengerti. “jongin sepertinya sedikit rebel, ya.”

Luhan hanya tertawa kecil menanggapinya. “Hei kau mau ikut kami besok?”

“kami? Kemana?”

“ikut aku dan Jongin. Ke sebuah pesta, kau akan berkenalan dengan Chanyeol, Kyungsoo dan yang lain.”

“mengapa mengajakku?”

“molla. Jongin yang menyuruhku.”

“aku harus bekerja, Luhan. Dan….. kita sudah sampai.”

Luhan menghentikan mobilnya. “Baiklah. Beritahu aku kalau kau bisa ikut, besok aku akan menjemputmu lagi.”

Sebyul mengangguk. “Terimakasih atas tumpangannya. You’re such a good friend.”

“anytime, Sebyul.”

 

 

***

 

 

“Jongin berapa umurmu?”

 

Jongin duduk diruang kerja ibunya dengan kedua tangan bertaut, menoleh pada wanita paruh baya itu dengan pandangan bertanya. “Dua puluh tiga tahun ini. Kenapa?” Jongin heran. Bukan karena kenapa ibunya tidak mengetahui umur anaknya sendiri, melainkan, mengapa menanyakan umur begitu tiba – tiba?

“berdasarkan data statistic yang aku terima dari manajer Choi, profit Hotel Kim naik selama lima bulan terakhir semenjak kau yang memegang. Walaupun kau masih belum menjadi CEO perusahaan LG, tetap saja kau memiliki banyak digit di bank account mu untuk menghidupi keluargamu.” Nyonya besar Kim menghela napas. “aku sudah berdiskusi dengan ayahmu, dia mengatakan terserah ku saja. Cih, dia memang tidak pernah peduli. Tapi aku rasa memang ini waktunya.”

Jongin masih terdiam dengan banyak pikiran berkecamuk didalam otaknya.

“aku akan menyerahkan sebagian asset LG padamu, kau akan naik pangkat. Dan untuk mengurusi itu semua aku pikir kau membutuhkan pendamping hidup yang bisa menghandle perusahaan. Seseorang yang mengerti bagaimana cara berbisnis—“

“Ibu.”

Jongin mengerti sekarang kemana arah pembicaraan kali ini. “Ibu. Clara bukan wanita yang ingin aku nikahi.”

“saat ini.” Tambahnya.

Nyonya Kim tertawa remeh, “Lalu siapa? Kau punya calon lain? bisa kenalkan padaku sekarang?”

“Bukan berarti aku punya calon lain. hanya saja, aku sedang tidak ingin menikah, saat ini. Bisa kita tunda dua atau berapa tahun lagi?”

“Tidak.. tidak. Kau harus menikah tahun ini.”

Jongin mendesis. “Lagipula kenapa secara tiba – tiba? Apakah Clara mendesak ibu untuk menikahkanku dengannya?!”

“Keadaan yang mendesakku, Jongin.”

Nyonya Kim menyisir rambut cokelat panjangnya dengan jari – jarinya yang diberi kuteks merah mengkilap. “Clara akan menyelesaikan kuliahnya di New York selama dua tahun untuk mendapatkan gelar. Dan selama dua tahun itu dia tidak bisa kembali ke Korea, jadi kau, aku rencanakan menikah dengan Clara lalu tinggal di New York. Setelah dua tahun, kau dan dia kembali ke Korea.”

Dalam hati Jongin merasakan rasa senang yang membuncah. Mengetahui bahwa dua tahun akan sangat menyenangkan jika tanpa wanita posesif itu disekelilingnya. Namun Jongin memasang wajah yang berkontradiksi dengan perasaannya, “Clara tidak bisa kembali ke Korea selama dua tahun?”

“Aku tau kau sedih, anakku.” Nyonya Kim menggelengkan kepalanya menatap Jongin yang tampak sayu. “kau akan bersamanya disana. Aku akan mengirim setiap dollar yang kau butuhkan. Tidak usah mengkhawatirkan perusahaan di Seoul.”

“Ibu, aku terpukul.” Jongin membuang muka pura – pura sedih. “Bisa kau beri aku waktu untuk berbicara dengan Clara terlebih dahulu? Kita bahas soal pernikahaan lain waktu. Aku benar – benar harus bicara padanya.”

Nyonya Kim mengangguk.

 

***

 

“Apakah kau suka dengan yang satu ini?” Jongin tersadar dari lamunan menyenangkannya ketika Clara menarik – narik ujung kausnya lalu menunjuk kearah sepasang cincin berlian mengkilap yang terpajang di suatu etalase. Jongin mengangguk malas. “Bagus.”

Clara menepuk dagunya pelan, menimbang – nimbang, “tapi sepertinya berliannya tidak terlalu terlihat. Kurang mewah menurutku. Bagaimana dengan yang itu?” Clara menunjuk ke sepasang cincin di etalase lain. jongin sibuk menengok kebelakang dimana dua orang wanita berpenampilan pragawati berdiri membelakanginya. Ketika kedua wanita itu berbalik, Jongin melambaikan tangannya dengan satu kedipan genit. Clara menarik ujung kaus Jongin lebih keras, “YA! You jerk. Bagaimana dengan yang itu?”

Jongin mengangguk. (lagi – lagi dengan tanpa antusias) “Terserah kau saja, Clara sayang.”

“Kenapa bukan yang itu saja?” Jongin menunjuk ke sepasang cincin dengan batu mutiara hitam tipis yang menempel di tepi cincin. Clara mengerjapkan matanya, “Ah, kenapa harus warna hitam.”

“Miss, aku ambil cincin itu.” Tanpa persetujuan Clara, Jongin menunjuk sepasang cincin black pearl tadi kepada pelayan kemudian tak lama cincin itu tergeletak dihadapan Jongin. “Neomu yeoppo.” Ia tersenyum sendiri bangga akan pilihannya.

Clara menggigit bibir bawahnya menahan amarah.

Keduanya melepas lelah di suatu restoran prancis sehabis membeli cincin yang—katanya—untuk persiapan pernikahan—Clara yang membuat ide ini, Jongin sama sekali tak berinisiatif untuk membeli cincin pernikahan. Dan Clara bersikeras untuk memakainya saat itu juga. Jongin membuat seribu alasan hingga sepasang cincin itu kini masih utuh berada di saku nya.

Satu porsi Salade nicoise hadir diatas meja makan, Jongin menyipitkan matanya melihat warna hijau yang mendominasi makanan tersebut. Hanya ada sepotong tuna kecil yang terselip diantara makanan – makanan organic. Jongin berdecak, “Kau bisa anoreksia kalau makananmu terus begini.” Jongin bermaksud mengejek, tetapi Clara tersenyum senang karena mengira hal itu sebagai suatu bentuk perhatian.

Sedangkan Jongin hanya menyantap sepiring Roasted Chicken and Garlic—dia tidak pernah jauh – jauh dari ayam. Dan segelas merlot yang sudah menjadi menu sempurna untuknya dibanding menu – menu special lainnya dalam restoran.

“Jongin, akhir tahun kemarin aku datang ke pesta pernikahan seniorku ketika SMA dulu. Dia pewaris dari perusahaan minyak dan nama keluarganya cukup terkenal di Dubai. Pestanya sangat bagus, kau tau? Tema nya glamour, aku tidak tau bagaimana menggambarkan keseluruhan pesta secara jelas tetapi aku akan mengirim fotonya saja padamu nanti. Oke? Dan gaun yang dikenakan juga bagus! Aku harus menemukan siapa desainernya.”

“Oh ya, kira – kira berapu ribu orang yang harus kita undang? Apa aku perlu mendata orang – orang penting dahulu supaya aku tidak lupa?” Clara menepuk dagunya dengan satu jari. “ah. Kau ingat Kang Sehwan? Dia saat ini sudah bekerja di Google. Kau harus mengundangnya Jongin! Kau ambil hatinya siapa tau dia mau berinvestasi. Dan… mmm… Lee Hooseok, direktur Hotel Hilton. Aduh, terlalu banyak…”

Jongin mengangguk – anggukan kepalanya. “Clara.”

“Ya?”

“Kau ingin menikah denganku secepat itu?”

“Ya. Tentu saja. Begini jongin, kita dihadapkan pada dua pilihan yaitu menungguku dua tahun kemudian kita menikah atau kau ikut denganku lalu kita menikah di New York. Tentu saja opsi kedua lebih menjanjikan!”

Jongin mengangguk – angguk lagi. “Kau lupa atas satu hal.”

“mmm.. apa itu?”

“Aku belum menjadi CEO LG Inc, Clara sayang. Aku masih dibawah Kendali ibuku.” Jongin melirik pada Clara dengan alis terangkat. Clara tertekuk lesu seolah frustasi. “aku juga memikirkan hal yang sama Jongin.”

“itu berarti kita tidak bisa berkuasa. Kau belum menjadi istri dari pewaris penuh LG inc. dan kedudukanku masih direktur umum itupun aku diwakili oleh sekertaris ibuku, karena aku mengurusi perusahaan lain. porsiku minim. Butuh waktu sekita tiga tahun bagiku untuk menjabat sebagai CEO.”

Clara tampak berpikir serius.

“tidakkah kau mau mempertimbangkannya lagi?”

Clara diam.

“bagaimana bisa co-founder dari Stunn Lee kosmetik menikah dengan aku yang masih belum menjadi CEO? Aish, harga diriku mungkin terluka.” Jongin terdiam setelahnya, menunggu ucapan Clara. Dalam hal memutuskan, ia tau kalau Clara senang membuat keputusan sepihak. Dan pihak lain harus menurut padanya. Namun mengelabui Clara? Begitu mudah, at least bagi Jongin.

“Bagaimana kalau kau menyelesaikan perusahaan dalam waktu dua tahun sementara aku menyelesaikan kuliahku? Kau harus menjadi CEO ketika aku kembali ke Seoul, Jongin. Aku tidak mau jabatanmu stuck di direktur umum saja. Tidak… itu merusak reputasiku. Tapi…” Clara terjerembab dalam kebimbangannya lagi.

Jongin menghela nafas, lalu menolehkan wajah Clara untuk menatapnya tepat di manic mata. “kalau aku bisa menjadi CEO LG corp, aku akan mengelola setidaknya 8 perusahaan LG dan LG Telecom sedang bekerjasama dengan SK Telecom yang merupakan proyek besar tahun depan. Jika aku bisa menjadi penanggung jawabnya, kau tidak bisa membayangkan berapa banyak profit yang akan aku dapatkan. Dan namaku akan melesat. Itu akan menjadi hal yang baik untuk Stunn Lee kosmetik jika aku ternama.”

“lalu bagaimana dengan ibumu?”

“dia akan menyerahkannya padaku? Tidak akan. Aku harus berjuang sendiri untuk merebut posisinya. Dan jika aku pergi ke New York selama dua tahun, aku melewatkan kesempatan emas proyek dua perusahaan itu. Dan aku tidak bisa menjadi CEO dalam waktu dekat.”

“Clara..” Jongin meraih tangan Clara lalu menggenggamnya. “I want to marry you, when im a better person.” Hati Clara meleleh mendengarnya, seperti bongkahan es yang melebur oleh panas matahari. Dan Jongin masih membuatnya melayang dengan memberikan kecupan manis dibibir Clara.

Clara mengangguk. Semudah itu.

“Katakan pada ibuku kalau kau ingin menikah dua tahun lagi.”

“Aku akan melakukannya.”

 

 

***

 

 

 

 

 

***

 

tbc

 

 

ADUH ngantuk banget  aku biarin ini belom di edit ya jadi maafkan kalo ada typo. nanti kalo mood aku revisi kok hhe btw seneng gak clara-jongin nikah? seneng? seneng banget ya :’) #sarcasm kira-kira apa ya rencana jongin?

oya sekalian mau ngucapin selamat bulan suci ramadhan! selamat puasa bagi yang menjalankan 🙂

 

catch me on twitter